bleached hair

deera
3 min readJul 5, 2024

--

“Atsu, rambut kamu udah mulai tumbuh yang hitamnya.”

Sore itu, rumah Atsumu sunyi senyap. Osamu pergi entah ke mana bersama Sunarin, sementara ibunya menginap di rumah pamannya karena keperluan keluarga yang mendesak. Kiyoomi berbaring di atas ranjang Atsumu yang hanya berupa dipan dan kasur busa yang sudah lapuk. Di sebelahnya, kepala Atsumu tertopang di dada Kiyoomi. Jari-jemari milik Kiyoomi menari lembut di atas surai pirang Atsumu, di mana akar-akar rambut kehitaman baru mulai tumbuh.

Tak ada kata yang terucap di antara mereka, hanya keheningan yang diisi oleh suara kipas angin. Atsumu sibuk dengan ponselnya, sementara Kiyoomi tenggelam dalam kepalanya sendiri.

“Iya, kah? Udah lama sih aku gak retouch.

“Biasanya kamu retouch sama siapa?”

Atsumu tiba-tiba memajukan bibirnya. “Osamu. Tapi sekarang dia pergi main mulu sama Rin. Gak tau kemana.” Melihat kelakuan pacarnya, sontak Kiyoomi merasa gemas. Dia mengunci kepala Atsumu di antara lengannya dengan main-main, membuat Atsumu menjerit dan merengek. “Omiii … jangan gitu. Lu sadar gak tenaga lu kayak babon.”

“Daripada kamu mirip babon.”

“Ih, kurang ajar!”

Keduanya tertawa dengan lepas sebelum suasana kembali hening. Suara riuh anak-anak yang sedang bermain bola, derap langkah bapak-bapak yang ingin pergi ke masjid, maupun gelegar tawa ibu-ibu yang asik bergosip terdengar dengan jelas hingga ke dalam rumah. Manik gelap milik Kiyoomi melihat ke sekitar rumah Atsumu yang entah kenapa terasa lebih nyaman ketimbang rumahnya sendiri yang terasa seperti sangkar emas. Pada akhirnya, fokus Kiyoomi terpaku ke arah bakul nasi, setumpuk piring dari rotan, dan beberapa alat makan yang tersimpan di pojok ruangan.

“Bundamu gak jualan nasi uduk lagi, Yang?”

Perhatian Atsumu teralihkan dari layar ponselnya, “Belum jualan lagi. Udah seminggu dia libur katanya kurang sehat. Tapi bunda gak mau bilang sakitnya kenapa. Tiap ditanya pasti bilangnya cuma masuk angin terus minum obat warung udah enakan.”

Kiyoomi mengernyitkan dahinya dengan khawatir. “Atsu, coba bawa ke dokter.” sarannya. Tumbuh besar di keluarga yang mayoritas bekerja di bidang kesehatan membuat Kiyoomi merasa cemas ketika ada orang yang menyepelekan penyakit. “Udah, Omi. Tapi karena pakai BPJS jadi harus nunggu dulu.”

Tidak ada percakapan lanjutan di antara keduanya, hingga Atsumu tiba-tiba bangkit dari baringnya dan menatap Kiyoomi dengan mata berbinar riang. “Kenapa?” tanya Kiyoomi.

“Kamu bantuin aku retouch rambut yuk!”

“Hah?”

– — – — – —

“Atsu, sumpah aku gak tau caranya gimana! Aku gak pernah warnain rambut.”

Atsumu yang duduk membelakanginya mendecak dengan sebal. Saat ini keduanya berada di ruang tengah, Kiyoomi terdiam kikuk dengan tangan yang dilapisi sarung tangan plastik serta sekotak cat rambut ‘Miranda’ di genggamannya. “Ya Tuhan, Omi, jangan kayak orang oon. Tinggal kamu ikutin aja instruksinya terus olesin ke rambutku.”

Is this even safe? Why is it so cheap?”

Okay, rich boy, chop chop and get to work right now.”

Tak ada pilihan lain, Kiyoomi pun mulai mencampurkan semua produk yang berada di dalam kemasan sesuai dengan instruksi yang ada. Aroma kimia yang menusuk hidung sontak membuat kepalanya seketika pening dan nyaris membuatnya terbatuk. “Babe, I don’t think this is safe. Baunya kimia banget, rambutmu bisa rusak.”

“Mi, aku udah ngecat rambut dari awal masuk SMA. Gak apa-apa kok, kamu kayak bundaku deh … komen mulu.” Ucapan Atsumu dihadiahi toyoran di kepala dari Kiyoomi. “Pacarnya khawatir kok malah gitu.”

Dengan hati-hati, Kiyoomi mulai mengoleskan cairan bleaching ke setiap helai rambut Atsumu. Sentuhan tangannya lembut dan teliti, memastikan setiap bagian terlapisi sempurna. Cahaya senja masuk melalui sela-sela jendela, menerangi rambut Atsumu yang keemasan. Suara kipas angin yang berputar lembut menemani mereka, sesekali Atsumu melemparkan candaan yang direspons dengan tawa oleh Kiyoomi.

“Minggu depan ada tryout, nanti kamu kerjain , ya.” Minggu lalu Kiyoomi mendaftarkan nama Atsumu di salah satu platform belajar digital. Kata Kiyoomi, kalau tidak ikut les di mana pun, setidaknya Atsumu harus tetap belajar secara mandiri.

Atsumu mengangguk dengan mantap. “Iya, aku udah cek. Aku juga udah belajar terus akhir-akhir ini. I won’t disappoint you, sayang.”

Sore itu, tanpa banyak bicara, mereka berbagi keintiman dalam kebersamaan yang sederhana.

--

--

deera
deera

Written by deera

I yap in a poetic way (I suppose)

No responses yet