it’s pathetic, but at least you are too

deera
5 min readOct 4, 2024

--

Rin mendorong Atsumu masuk hingga pintu tertutup keras dengan suara dentuman yang menggema. Wajahnya masih basah dengan air mata saat ia menarik leher Atsumu, mendekatkan kepala mereka hingga hampir bersentuhan. Bibirnya bergetar di antara isakan tangis, namun ia tetap mencoba mencium Atsumu. Atsumu menahannya, telapak tangannya bersandar di pundak Rin yang gemetar, berusaha mendorongnya menjauh.

“Rin! Apa-apaan sih? Get off!” Atsumu menangkap pergelangan tangan Rin yang mulai menyusuri tubuhnya dengan putus asa.

“Gak! Pleasehelp me forget about him!”

“Bukan kayak gini, tolol!”

Tubuh Rin lemas di pelukan Atsumu, semua tenaganya habis seiring tangis yang mereda menjadi isakan kecil yang menyedihkan. Atsumu mempererat pelukannya, mencoba menahan Rin agar tidak terjatuh ke atas lantai marmer yang dingin. “Rin,” bisik Atsumu dengan suara yang lirih, “kalau lu ngelakuin ini, lu gak ada bedanya sama dia – sama mereka. Lu ngerti?”

Dia meraih wajah Rin dengan kedua tangannya, ibu jarinya menghapus air mata yang masih mengalir turun membasahi pipinya yang kemerahan. “You understand? Hey, listen to me, yeah?”

Rin mengangguk lemah, permintaan maaf menggantung berat di bibirnya. “Maaf, Tsumu … gue minta maaf.”

“Gak apa-apa. Ayo, kita duduk dulu.” Atsumu menarik lengan Rin dengan lembut, membimbingnya hingga pada akhirnya mereka duduk di lantai dapur Atsumu ditemani camilan-camilan kekanakan – chips, gummies – serta sebotol anggur yang entah bagaimana rasanya pas di lidah Rin.

“Kali ini dia ngapain lagi?” tanya Atsumu, suaranya terdengar kaku, matanya terpaku pada lantai, namun Rin dapat melihat bagaimana kepalan tangan Atsumu berubah putih. “Gue lihat mereka … ciuman.” jawab Rin, tenggorokannya tercekat, menahan rasa sakit yang mendesak naik dari rongga dadanya hingga ke kedua manik matanya yang kembali memanas. “Di restoran.”

You gotta let me beat him up, Rin.”

“Gue gak mau kalian berantem gara-gara gue. Because of this stupid fucking thing.”

Is it stupid that you’re hurting? Is it stupid that he keeps on hurting you?” Atsumu mengangkat kepalanya, menatap Rin dengan mata kecokelatannya yang berubah emas di bawah lampu dapur yang redup. Sesuatu di dalam diri Rin seakan retak – karena Atsumu terlalu mirip dengan Osamu. Terlalu identikal. Seperti menghadap sebuah ironi yang kejam. Rin mengalihkan pandangannya, enggan melihat wajah yang begitu familiar. “Rin, jangan begini. Jangan nyiksa diri sendiri. Gue – ” Suara Atsumu keluar dengan rapuh, kecil, seakan dia hendak menangis untuk Rin.

Mendengarnya, Rin tertawa dengan getir, “Tsumu, lu mau nangis buat gue? Begitu?”

“Oh, shut the fuck up.” gerutu Atsumu seraya melemparkan permen masam ke wajah Rin yang dihadiahi kekehan kecil darinya.

Keheningan kembali menyelimuti keduanya, berat dan pekat. Atsumu menyesap anggurnya dengan mata setengah terpejam karena lelah dan pengaruh alkohol. Sesaat, Rin merasa Atsumu terlihat menggemaskan, tampan, menawan. Seperti Osamu, bisik suara dari belakang pikirannya. Dia menggelengkan kepala lalu meneguk anggurnya dalam sekali teguk.

“Hey, Tsumu.”

“Hm?”

Rin memutar gelas anggurnya, memperhatikan cairan merah yang berputar pelan. “Ini … bukan pertama kalinya dia selingkuh.”

Atsumu tersentak, “Hah?!” Matanya membulat dengan kaget dan tampak konyol, Rin mendengus geli, lalu menendang kaki Atsumu dengan main-main. “Lebay banget lu. Dia selingkuh waktu SMA. Waktu itu kelas tiga, sama cewek kelas dua. Kita baru setahun pacaran, kalau gak salah inget.”

“Kenapa gue … gak tahu soal ini?”

Rin mengedikkan bahu acuh. “Kayaknya dia gak cerita semuanya ke lo, ya?” Ia kembali menuangkan anggur ke dalam gelasnya, kepalanya terkulai rendah, seolah tak sanggup menahan beban yang terasa begitu berat di pundaknya yang merosot. “Gue maafin dia karena gue percaya dia bisa berubah. Dia masih remaja waktu itu, gue pikir itu cuma fase aja. Dan mungkin … gue pikir ada yang salah sama gue sebagai pasangan, ada yang kurang. Makanya dia lari ke orang lain. Gue pikir, gue – ” Suaranya tersendat, tersangkut di tenggorokan, tercekik isakan. “Gue – gue gak cukup baik buat dia. Makanya gue maafin dia, karena gue percaya setengahnya salah gue juga, karena gak bisa pertahanin dia – ugh.” Rin meletakkan gelasnya lalu dengan kasar dan sembrono menyeka air mata menggunakan lengan bajunya. “But he did change, right? We were good, we were in love, so in love, for seven years, weren’t we?”

Suara Atsumu terdengar tegang, dipenuhi amarah yang samar-samar terbaca dan kekecewaan yang sulit disembunyikan. “Dia gak pernah berubah, Rin. Dia selingkuhin lo lagi.” Kata-kata itu bergema di antara mereka, membawa kebenaran yang selama ini Rin coba hindari mati-matian. “You can’t fix a cheater, Rin. You can’t change someone like that. My dad was proof of it, and now … so is my brother.”

Atsumu mengacak rambutnya dengan frustrasi. Kepalanya jatuh ke atas telapak tangannya, tubuhnya menunduk dan melengkung ke dalam, terlihat begitu putus asa. “Rin … ngelihat lu sekarang, ngelihat kita sekarang, rasanya kayak kembali ke masa kecil gue. Waktu nyokap gue nangis gara-gara kebiasaan bokap gue yang suka selingkuh. Gue bakal duduk sama dia, di lantai dapur, gak ngapa-ngapain selain nontonin nyokap gue nangis sampe air matanya habis.” Dia menatap Rin lamat-lamat, lalu lengannya terulur dan menangkup wajah Rin di telapak tangannya yang kasar dan dingin. “Gue gak mau lu jadi kayak gitu, kayak nyokap gue. Please, know your worth and let him go.

Rin tersedu, ia menggigit bibirnya dalam upaya untuk menahan isakannya yang menyedihkan dan memantul di dinding dapur. “Tsumu, I don’t think I can. Osamu – he broke me a thousand times, but then he put me back together again. He shattered me, but then he played with me again like I’m his favourite, because I am his favourite. It doesn’t matter if he strays with anyone else – he always comes back to me, again and again.”

“Rin – ”

“Dia … dia itu orang pertama yang buat gue ngerasa kalau gue ini layak dicintai. Lu ingat, ‘kan? Gue murid pindahan di SMA dulu? Itu karena orangtua gue cerai dan mereka berdua gak ada yang mau bawa gue. Mereka tinggalin gue gitu aja. Gue harus tinggal sama tante gue, tapi dia juga jarang di rumah, kerja terus, dan gue kesepian. I thought, if my parents couldn’t love me, why would anyone else? But then Osamu came into my life. He loves me, Tsumu. He took me in, and made me feel like I mattered..” Air matanya terus mengalir, suaranya putus-putus di antara isakannya. “He loves … me.”

Someone who truly loves you wouldn’t hurt you like this.” kata Atsumu, suaranya kental akan frustrasi, hampir patah di bawah beban yang menghimpit dadanya.

“Rin?”

“Hm?”

“Gue suka lu, dulu, waktu SMA,” ucapnya pelan, hampir tak terdengar. Rin mengangkat alisnya, raut wajahnya menggambarkan ekspresi terkejut, sementara manik kehijauannya menatap Atsumu yang pipinya memerah saat ia meneguk anggurnya dengan gugup, seolah mencoba menenggelamkan rasa malunya dalam cairan merah tersebut.

“Atsu – ”

“Mungkin gue masih suka. Suka sama lu,” dia mengaku, suaranya meredup menjadi hening. “Iya, gue masih suka.”

This … this is unexpected. I never knew this. You never told me.”

Atsumu menggaruk tengkuknya dengan kikuk. “Yeah, well, you’re my brother’s boyfriend, so I kept it to myself.”

Rin bergeser mendekat ke arah Atsumu, ia melemparkan senyuman sendu ke arah laki-laki di hadapannya, sementara jemari kurusnya mengelus helaian pirang yang menjatuhi dahi Atsumu. “You’ll find someone better than me. You deserve to be with someone who isn’t broken like me.

--

--

deera
deera

Written by deera

I yap in a poetic way (I suppose)

No responses yet