little angel

deera
2 min readJan 25, 2025

--

Vatican City, 2038.

Shinsuke merapikan tudungnya yang sedikit miring karena tertiup angin. Langkahnya mantap menyusuri Museum Vatikan yang dihiasi berbagai macam mahakarya indah dari abad Renaissance. Ketenangan seolah melingkupi dirinya begitu matanya dimanjakan oleh karya-karya seni yang dikumpulkan oleh gereja. Ia merasa sangat bersyukur telah memutuskan untuk menggunakan waktu senggangnya yang diberikan oleh gereja untuk wisata religi ke Vatikan, sesuatu yang selalu ingin ia lakukan sejak dulu.

Ia hendak membaca informasi terkait sebuah pahatan patung ketika sebuah suara anak kecil yang tersedu-sedu terdengar tak jauh darinya. Secara refleks, ia pun berbalik dan menemukan seorang anak perempuan tampak berdiri dengan kebingungan di antara kerumunan wisatawan. Wajahnya yang bulat tampak basah dengan air mata, dan kepangan rambutnya terlihat berantakan karena jemari mungilnya yang terus menarik-nariknya.

“Hey, are you lost?” Shinsuke bertanya dengan lembut. Ia membungkuk di hadapan anak itu agar tubuh keduanya sejajar.

“Uhh, iya aku hilang—eh, um, yes, I’m lost, Sister.” Anak itu menjawab dengan terbata-bata di sela tangisnya. Shinsuke sontak membulatkan matanya begitu mendengarnya berbicara dengan bahasa Indonesia.

“Kamu ke sini sama siapa?” tanyanya. Anak itu masih menunduk menatap lantai, tampak takut dan malu di hadapan Shinsuke.

Mendengar bahasa yang familiar keluar dari bibir lawan bicaranya, ia sontak mengangkat kepalanya. Matanya yang berwarna keabuan dan mengkilap karena air mata bersirobok dengan milik Shinsuke yang membola. “Sister, you can speak Indonesian!”

Shinsuke bergeming di tempat. Ia seolah berubah menjadi patung begitu melihat dengan seksama fitur wajah anak perempuan di hadapannya. Kulit gelap berwarna kecokelatan, mata bulat dengan iris berwarna abu, rambut keriting yang dikepang dua, juga bibir yang melengkungkan sebuah senyuman yang amat familiar.

“Suster?”

“Oh,” Shinsuke mengerjapkan matanya. Ia berdeham dengan salah tingkah karena kepergok memperhatikan wajah anak itu dengan seksama. “I–iya bisa. Kamu … kamu ke sini sama siapa?”

“Sama Papa dan Mama! Terus juga ada Abang sama Kakakku, mereka kembar! Cewek sama Cowok. Bro and Sis. Abis itu ada Om Tsumu sama Om Omi!” jawabnya dengan antusias. “Tadi aku muter-muter sama Abang aku, tapi terus dia tiba-tiba hilang! Aku ditinggal sendirian.”

It’s okay. Jangan nangis, ya. Namamu siapa?”

“Eve! Evangeline.” Anak itu, Eve, menjawab diikuti sebuah senyuman lebar yang menunjukkan tiap deret giginya. “Bagus gak namaku, Suster? Kata Mamaku, namaku dari nama suster yang dulu bantuin dia pas lahiran! Mama was dying! But she helped my Mama. So, Papa dan Mama, named me after her. Aku gak pernah ketemu sama dia, tapi pasti dia baik banget karena udah bantuin Mama.”

Shinsuke terdiam, matanya seketika memanas karena air mata haru dan rindu. Tenggorokannya terasa menyempit, tercekat oleh suatu gumpalan yang membuatnya sulit untuk melontarkan kata. “Yes, it’s very beautiful.” ucap Shinsuke sambil tersenyum manis ke arah Eve. “Now, I’m going to take you to your parents, okay?”

Sister, do you know my parents?”

Oh, little Angel. I do know them, very much.”

--

--

deera
deera

Written by deera

I yap in a poetic way (I suppose)

Responses (4)